Prinsip Dasar
Keuangan Syariah
A. TEORI
Aktivitas
keuangan dan perbankan dapat
dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk melaksanakan paling tidak dua
ajaran al-qur’an yaitu at-ta’awun atau
tolong menolong dan prinsip
menghindari al iktinaz atau menahan uang.
Perbedaan pokok
antara perbankan islam dengan perrbankan konvensional adalah adanya larangan riba pada perbankan islam.
Umat islam saaat ini diberbagai
Negara terus berusaha untuk mendirikan bank islam
dengan tujuan untuk mempromosikan
dan mengembangkan penerapan
prinsip-prinsip syariah islam dan tradisinya kedalam tradisi keuangan dan perbankan
serta bisnis lain yang
terkait.dibawah ini uraian tentang
prinsip-prinsip dasar keuangan syariah.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Keuangan Syariah
Prinsip-prinsip dasar keuangan
syariah mencakup 5 hal yaitu:
1. Ibadah
Islam
adalah suatu agama yang
mengajarkan segala sesuatu yang
baik dan bermanfaat bagi manusia. System
keuangan dan perbankan islam merupakan bagian
dari konsep yang lebih luas
tentang ekonomi islam dimana
tujuannya adalah memberlakukan system
nilai dan etika islam kedalam lingkungan
ekonomi, kemampuan lembaga keuangan islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu
menghasilkan keuntungan ,
tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan batas–batas yang digariskan oleh islam. Islam berbeda
dari agama-agama lainnya, dalam
hal ini ia dilandasi oleh iman dan
ibadah. atau bisa dikatakan bahwa transaksi
ekonomi yang dilakukan oleh orang islam dan dilandasi oleh syariat islam akan bernilai ibadah di hadapan Allah swt.
2. Keadilan
Prioritas utama dalam
ajaran islam mengenai
perekonomian adalah terciptanya keadilan dan kesetaraan yang nyata. Pengertian keadilan
dan kesetaraan, dari produksi hingga distribusi, tertanam dalam system ini. Keadilan social dalam islam terdiri dari penciptaan dan oenyediaan kesempatan serta penghapusan hambatan yang sama bagi semua anggota masyarakat.
Hukum keadilan juga dapat
diartikan bahwa semua anggota masyarakat
memiliki status hukum , perlindungan hukum, dan kesempatan hukum yang sama. Pengertian keadilan ekonomi dan konsep distribusi keadilan yang menyertainya adalah karakteristik dari system
perekonomian islam: aturan yang mengatur perlakuan ekonomi baik diizinkan maupun dilarang bagi konsumen, produsen, dan pemerintah,
serta hal-hal yang menyangkut hak milik,
produksi, dan distribusi kekayaan
berdasarkan konsep keadilan social islam.
Untuk menjamin adanya
keadilan, system syariat
menyediakan sebuah jaringan aturan etika
dan moral untuk semuanya yang berpartisipasi dalam pasar dan mengharuskan norma-norma
saturan-aturan tersebut dipahami dan ditaati
oleh semua.
3. Maslahah
Maslahah menurut bahasa berarti manfaat, segala sesuatu yang dianggap maslahat
itu haruslah berupa maslahat yang
hakiki yaitu yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan
atau menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya memprtimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat
kepada akibat negatif yang ditimbulkannya. Dalam ekonomi maslahah biasanya menyangkut
tentang bagaimana penggunaan dari uang
yang digunakan untuk transaksi yang
seharusnya memprioritaskan kebutuhan
umat dari pada kepentingan umat. Tidak
hanya itu tapi juga kehalalan toyiban juga harus jadi prioritas untuk umat
islam yang melakukan transaksi yang
sesuai dengan syariat islam, kehalalan toyiban ini menyangkut dari bagaimana cara memperoleh
uang itu sendiri dan memanfaatkannya.
4. Tidak boleh adanya riba
Istilah riba
pertama kali diketahui berdasarkan wahyu
yang diturunkan padamasa
awal risalah kenabian
Muhammad di makkah,
kemungkinan besar pada tahun ke IV atau V hijriah (614/615 M),
praktek riba pada masa pra islam meliputi segala bentuk
tambahan (peningkatan) jumlah hutang
yang menjadi tanggungan debitur
apabila tidak dapat mngembalikan
hutangnya sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dalam agama islam larangan bunga atau larangan riba secara harfiah berarti “kelebihan” dan ditafsirkan sebagai “peningkatan modal yang tidak bisa dibenarkan dalam pinjaman maupun penjualan” ini adalah ajaran pokok dari system
keuangan syariah. Atau lebih tepatnya, semua tingkat pengembalian positif dan telah ditetapkan sebelumnya yang terkait
dengan jangka waktu dan jumlah pokok pinjaman(yaitu yang dijamin tanpa memedulikan kinerja dari investasi tersebut) dianggap sebagai riba
dan dilarang. Hukum islam mendorong
penerimaan keuntungan tetapi melarang pengenaan
bunga karena keuntungan
ditentukan setelah kegiatan
yang melambangkan kesuksesan
kewirausahaan dan penciptaan tambahan kekayaan, dimana
bunga ditentukan sebelum kegiatan
sebagai biaya yang diakui apapun
hasil dari operasi bisnis yang dilakukan dan mungkin saja tidak memberikan kekayaan.
5. Tidak boleh adanya gharar
Setelah riba, ambiguitas kontrak merupakan unsure penting dalam kontrak keuangan.
Dalam istilah sederhananya adalah gharar yang mengacu pada ketidak
pastian yang diciptakan oleh kurangnya informasi atau control dalam kotrak. Hal ini
dapat dianggap sebagai ketidak
pedulian mengenai suatu unsur penting dalam
sebuah transaksi, seperti harga
jual yang pasti
atau kemampuan penjual untuk
memberikan apa yang telah dijual. Adanya ambiguitas membuat
kontrak batal dan tidak berlaku. Gharar dapat
didefinisikan sebagai sebuah
situasi dimana salah satu pihak
yang terikat kontrak memiliki
informasi mengenai beberapa
unsur dari subjek kontrak yang tidak diberikan kepada
pihak lain atau dalam
hal kedua pihak tidak
memiliki control atas subjek dari
kontrak tersebut. Dengan
mengingat pengertian keadilan dalam semua
transaksi komersial islam,
syariat menganggap semua ketidak pastian tentang jumlah, kualitas, pemulihan, atau
keberadaan subjek kontrak sebagai bukti
adanya gharar. Namun, syariat mengizinkan
para ahli hukum untuk menentukan tingkat gharar dalam suatu
transaksi dan bergantung pada keadaan,
apakah hal tersebut
membatalkan kontrak atau tidak. Dengan
melarang gharar, syariat melarang
bannyak kontrak yang dilakukan pada masa pra islam, mengingat kontrak-kontrak tersebut
terkait dengan ketidak pastian yang berlebihan atau kegelapan pada salah satu pihak yang terlibat kontrak. Dalam banyak
kasus, gharar dapat dihilangkan hanya dengan
menyatakan objek penjualan
dan harganya. Sebuah kontrak yang terdokumentasi dengan baik juga menghilangkan ambiguitas. Mengingat gharar adalah ketidak pastian yang berlebihan, kita dapat menyamakannya dengan unsur resiko. Beberapa berpendapat bahwa larangan gharar adalah
salah satu cara untuk mengelola
resiko dalam islam karena transaksi bisnis
berdasarkan pembagian laba dan rugi
yang mendorong pihak-pihak yang
terlibat untuk melekukan due diligence sebelum sepakat dalam sebuah
kontrak. Larangan gharar memaksas berbagai
pihak untuk menghindari kontrak dengan tingkat asimetri informasi
yang tinggi dan tingkat
pembayaran ekstrem; juga membuat
pihak-pihak yang terlibat untuk lebih bertanggung jawab dan accountable. Memperlakukan
gharar sebagai resiko dapat menghalangi transaksi
perdagangan instrument derivative yang dirancang untuk mengalihkan resiko dari suatu pihak ke pihak lain. Area lain dimana
larangan gharar menimbulkan
perhatian adalah transaksi
keuangan kontemporer dibidang asuransi. Beberapa berpendapat bahwa kontrak
asuaransi menyangkut nyawa
seseorang termsuk dalam definisi gharar dan membatalkan kontrak. Maslah ini masih dalam tinjauan dan belum terpecahkan sepenuhnya.
C. DAFTAR PUSTAKA
http://endangzmyd.blogspot.com/2017/06/prinsip-dasar-keuangan-syariah.html
Komentar
Posting Komentar